Mr. Brother - Michael Cunningham
Mister Brother bercukur sebelum pergi kencan. Mister Brother paling semangat kalau sedang bersiap untuk pergi kencan, dan dia juga bangga karena sudah pernah berhubungan intim dengan seorang gadis. Ia tak perduli terhadap hal-hal lain.
“Hey, Twohey,” panggil Mister Brother. “Jangan macam-macam di ranjangmu nanti malam, Ibu tidak punya sisa pemutih di tempat cuci seprai.”
Twohey—ini adalah nama panggilanmu, kalau kau rela dipanggil begitu untuk sementara—berkata, “Diam, bodoh.”
“Ow,” kata Mister Brother, meraba rahangnya dengan mata silet baja yang tajam. “Jangan panggil aku bodoh, kau tahu aku tidak suka dipanggil begitu.”
Mister Brother berusia 17 tahun dan ia tampak menawan meski dalam keadaan telanjang bulat sekalipun. Kulitnya mulus dan kencang, sesuatu yang jarang ditemui pada pemuda-pemuda jaman sekarang. Ayah dan Ibu, orang-orang rendah hati, yang kerap merasa diteror oleh generasi baru, selalu memohon agar Mister Brother mengenakan sesuatu dan tidak memamerkan tubuhnya sesuka hati.
“Diam,” katamu. “Pokoknya diam.”
Kau, Twohey, memiliki tubuh gempal dengan warna kulit yang agak kemerahan seperti kue ulang tahun. Kau tak pernah berani memamerkan tubuhmu.
“Twohey, sayang,” kata Mister Brother. “Apa kau tidak ada kerjaan lain selain menungguiku?”
Kau berkata, “Tentu saja ada.”
Namun kau tidak bergerak pergi dari sana, duduk di sudut bak mandi, memandangi Mister Brother yang berada dalam keadaan telanjang bulat seperti seorang gladiator, mengawasi cara dia mempersiapkan penampilan untuk kencan nanti. Ini malam Minggu, semua orang pergi kencan—kecuali kau, Twohey. Kau tidak tahu harus pergi ke mana.
Mister Brother bilang, “Serius deh, kalau kau tidak mau pergi juga dari sini, aku akan mulai menangis. Aku akan meraung sejadi-jadinya. Apa dengan begitu kau akan senang?”
Komentar
Posting Komentar