Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

Hari Minggu di Taman - Bel Kaufman

Hari Minggu di Taman Bel Kaufman  Penerjemah: Dinten - Ngulikata Matahari masih hangat pada penghujung petang. Hiruk pikuk kota teredam pepohonan di taman. Perempuan itu meletakkan bukunya di bangku, melepaskan kacamata hitamnya, dan mendesah dengan puas. Morton sedang membaca segmen dalam Times Magazine. Sebelah tangannya melingkari pundak istrinya. Anak lelaki mereka yang berusia tiga tahun, Larry, sedang bermain di kotak pasir. Angin sepoi-sepoi meniup rambut perempuan itu dengan lembut menjauhi pipinya. Saat itu pukul setengah enam pada Minggu petang. Area bermain tersebut, tersembunyi di pojokan taman, lengang. Ayunan dan jungkitan tak bergerak dan terabaikan. Seluncuran kosong. hanya di kotak pasir dua bocah berjongkok bersisian dengan antengnya. Betapa menyenangkannya ini, pikir perempuan itu, tersenyum tipis karena perasaan nyamannya. Mereka harus lebih sering berjemur. Morton sangat pucat, terkurung sepanjang minggu dalam bangunan kampusnya yang kelabu seperti pabr

Mr. Brother - Michael Cunningham

Mr. Brother Michael Cunningham  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Mister Brother bercukur sebelum pergi kencan. Mister Brother paling semangat kalau sedang bersiap untuk pergi kencan, dan dia juga bangga karena sudah pernah berhubungan intim dengan seorang gadis. Ia tak perduli terhadap hal-hal lain. “Hey, Twohey,” panggil Mister Brother. “Jangan macam-macam di ranjangmu nanti malam, Ibu tidak punya sisa pemutih di tempat cuci seprai.” Twohey—ini adalah nama panggilanmu, kalau kau rela dipanggil begitu untuk sementara—berkata, “Diam, bodoh.” “Ow,” kata Mister Brother, meraba rahangnya dengan mata silet baja yang tajam. “Jangan panggil aku bodoh, kau tahu aku tidak suka dipanggil begitu.” Mister Brother berusia 17 tahun dan ia tampak menawan meski dalam keadaan telanjang bulat sekalipun. Kulitnya mulus dan kencang, sesuatu yang jarang ditemui pada pemuda-pemuda jaman sekarang. Ayah dan Ibu, orang-orang rendah hati, yang kerap merasa diteror oleh generasi ba

Seorang Lelaki Menceritakan Kisah Hidupnya Kepadaku - Grace Paley

Seorang Lelaki Menceritakan Kisah Hidupnya Kepadaku Grace Paley Penerjemah: Dinten - Ngulikata Vicente berkata: Aku ingin menjadi dokter. Aku ingin menjadi dokter dengan sepenuh hatiku. Aku mempelajari setiap tulang, setiap organ di dalam tubuh. Untuk apa ini? Bagaimana kerjanya? Pihak sekolah mengatakan padaku: Vicente, jadilah insinyur. Itu akan baik bagimu. Kau paham matematika. Aku berkata kepada pihak sekolah: Aku ingin menjadi dokter. Aku sudah memahami bagaimana organ-organ berhubungan. Ketika ada yang rusak, aku akan tahu bagaimana cara memperbaikinya. Pihak sekolah berkata: Vicente, kau benar-benar akan menjadi insinyur yang cemerlang. Seluruh hasil tesmu menunjukkan bahwa kau akan menjadi insinyur yang baik. Hasil tesmu tidak menunjukkan bahwa kau akan menjadi dokter yang baik. Aku berkata: Oh, aku berharap menjadi dokter. Aku hampir menangis. Saat itu aku tujuh belas. Aku berkata: Tapi mungkin kau benar. Sebab kau guru. Kau kepala sekolah. Aku tahu

Harrison Bergeron - Kurt Vonnegut, Jr.

Harrison Bergeron Kurt Vonnegut, Jr.  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Pada tahun 2081, semua orang akhirnya dinyatakan setara. Tidak hanya setara di hadapan Tuhan dan hukum negara. Mereka setara dalam semua hal. Tidak ada orang yang lebih pintar dari yang lain. Tidak ada orang yang lebih tampan atau cantik dari yang lain. Tidak ada orang yang lebih tangguh atau cepat dari yang lain. Semua kesetaraan ini tercipta berkat Amandemen Nomor 211, 212, dan 213 dalam Konstitusi Negara, serta ketekunan agen-agen Jendral Kesetaraan Amerika Serikat untuk terus melakukan perlawanan. Namun masih ada saja beberapa hal tentang kehidupan yang kerap terkesan janggal. Contohnya bulan April; bulan tersebut masih membuat orang kesal karena musim semi tak kunjung datang. Dan di bulan yang basah itu, orang-orang J-K mengambil putra George dan Hazel Bergeron yang berusia 14 tahun dan bernama Harrison. Sungguh tragis memang, tapi George dan Hazel tidak bisa berpikir terlalu banyak soal

Petunjuk Menjadi Penulis - Lorrie Moore

Petunjuk Menjadi Penulis Lorrie Moore  Penerjemah: Dinten - Ngulikata Pertama-tama, cobalah untuk menjadi sesuatu, apapun itu, yang lainnya. Bintang film/astronot. Bintang film/misioner. Bintang film/guru TK. Penguasa dunia. Gagallah segagal-gagalnya. Lebih bagus lagi kalau kau gagal pada usia sedini mungkin—katakanlah, empat belas tahun. Sedini mungkin, dibutuhkan kekecewaan yang hebat supaya pada usia lima belas tahun kau dapat menulis rangkaian panjang haiku mengenai hasrat yang kandas. Ibarat kolam, pohon sakura yang mekar, embusan angin menerpa sayap pipit yang meninggalkan gunung. Hitung ada berapa suku kata. Tunjukkan pada ibumu. Dia tegar dan andal. Putranya di Vietnam dan suaminya kemungkinan punya hubungan gelap. Dia percaya warna cokelat dapat menyembunyikan noda. Dia akan melihat tulisanmu sepintas, lalu kembali padamu dengan tatapan sekosong lubang donat. Dia akan berkata: “Bagaimana kalau kau mengosongkan bak cuci piring?” Palingkan muka. Masukkan garpu ke

Satu Jam Saja - Kate Chopin

Satu Jam Saja Kate Chopin  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Mengingat penyakit jantung yang diderita Mrs. Mallard, berita tentang kematian suaminya pun harus ditangani dengan sangat hati-hati. Kakaknya, Josephine, dibebani oleh tugas berat untuk menyampaikan berita duka tersebut. Dengan kalimat terbata, Josephine justru menyampaikan berita itu setengah-setengah. Richards, teman baik keluarga Mallard, juga ada di sana, di samping Mrs. Mallard. Ketika berita tentang kecelakaan kereta itu tiba di kantor surat kabar tempatnya bekerja, Richards kebetulan ada di sana. Ia mendengar sendiri nama Brently Mallard disebutkan sebagai salah satu korban yang tewas dalam kecelakaan naas itu. Untuk meyakinkan diri terhadap kebenaran berita tersebut, Richard menunggu kedatangan telegram kedua. Ia tidak tega membayangkan berita itu jatuh ke tangan orang yang salah, yang kurang mengenal keluarga Mallard. Mendengar berita kematian suaminya, Mrs. Mallard tidak bereaksi seperti wanita

Cara Berbicara pada Ibu - Lorrie Moore

Cara Berbicara pada Ibu Lorrie Moore  Penerjemah: Dinten - Ngulikata 1982. Bertahun-tahun sudah sejak kepergiannya. Gumamkan, “Apa?” “Hah?” “Diamlah”, di dekat kulkas yang tengah dimatikan. Benda itu berkeriat-keriut seakan tengah kesakitan, mengerang, sampai bongkahan es terakhir runtuh dari langit-langit freezer , seakan takluk. Bermimpilah, dan di dalam mimpimu itu bermunculan bayi-bayi yang tingkahnya seperti anjing dachshund , segembul balon udara pada perayaan Thanksgiving, melayang-layang di dekat puncak pohon. Operasi penanaman jantung buatan permanen dari poliuretan dilakukan untuk pertama kalinya. Penghuni lantai atas tengah memainkan rekaman lagu “You’ll Never Walk Alone”. Sekarang “Oklahoma!” yang diputar. Mestilah mereka memiliki albumnya Rodgers dan Hammerstein [1]. 1981. Di kendaraan umum, para ibu dengan malaikat kecil mereka yang lembut dan gembil menatapmu. Wajah mereka menyorotkan rasa iba yang bertubi-tubi. Malaikat-malaikat kecil berbaju kor

Pertaruhan - John Steinbeck

Pertaruhan John Steinbeck  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Sligo dan pemuda itu mengambil cuti selama empat-puluh-delapan jam tanpa bersemangat. Semua bar di Algeria tutup pada pukul delapan malam; tapi tak apa, karena sebelum itu mereka sudah mabuk gara-gara minum anggur. Melihat kondisi jalanan yang sepi di malam hari, keduanya pun memutuskan untuk melanjutkan sesi minum-minum mereka di pantai. Langit di atas menampakkan kegelapan yang tak berujung, sementara udara yang berembus terasa cukup hangat. Setelah mereka menghabisi botol anggur yang kedua, mereka melepas pakaian dan berjalan ke arah tepian laut. Di sana mereka berjongkok hingga hanya kepala mereka saja yang masih menyemul di atas permukaan air. “Asyik juga kan di sini,” kata Sligo. “Dulu para tentara harus bayar kalau mau berendam di laut, dan kita bebas melakukannya tanpa biaya.” Pemuda itu lantas menyahut: “Aku sih lebih senang ada di rumah, di Tenth Avenue. Aku kangen istriku. Aku ingin nonton p

"13" - Zakaria Tamer

"13" Zakaria Tamer  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Othman al-Maddan dan Bakri al-Ghabshi adalah sepasang sahabat yang tinggal satu lingkungan. Keduanya juga merupakan pemilik toko kelontong yang sama. Sejak kecil, mereka tak pernah berselisih paham tentang apapun. Namun istri Othman, Naila, dan istri Bakri, Ferial, selalu berselisih paham sejak pertama bertemu di tempat pemandian, ketika Ferial menangkap lirikan Naila yang mencemooh payudaranya karena tak lagi kencang. Naila menyarankan kepada Ferial untuk mengencangkan payudaranya lewat operasi plastik, bahkan meyakinkannya bahwa semua wanita melakukannya secara diam-diam. Lama-lama, Ferial mengetahui bahwa Naila sudah mengumbar gosip perihal payudaranya yang tak lagi kencang kepada semua orang, baik tua maupun muda, sambil mengumpamakan payudara Ferial laksana sepasang kaus kaki kosong. Sekarang ada kebencian yang tak bisa dibendung di antara kedua wanita itu, dan mereka telah mencanangkan permusuhan ab

Kau Juga Jelek - Lorrie Moore

Kau Juga Jelek Lorrie Moore  Penerjemah: Dinten - Ngulikata Sesekali kau mesti keluar dari kota-kota di Illinois yang bernama lucu itu: Paris, Oblong, Normal. Pernah, sementara Dow Jones [1] menurunkan dua ratus berita pokok, sebuah koran lokal memajang judul besar-besar: “Pria Normal Menikahi Wanita Oblong”. Mereka juga tahu apa yang pokok. Sungguh! Tapi sesekali kau mesti keluar sebentar saja, sekalipun hanya melintasi perbatasan Terre Haute untuk menonton film. Di luar Paris, di tengah sebidang lahan yang luas, terpencar beberapa bangunan yang merupakan sebuah kampus ilmu-budaya kecil bernama Hilldale-Versailles. Di sana sudah tiga tahun ini Zoë Hendricks mengajar Sejarah Amerika. Dia mengajar “Revolusi dan Perkembangannya” kepada mahasiswa tahun pertama dan tahun kedua, dan setiap tiga semester ada seminar jurusan bagi mahasiswa tingkat akhir. Kendati hasil penilaian mahasiswa terhadap dirinya keliru selama satu setengah tahun terakhir ini— Profesor Hendricks sering

Ramuan Cinta - John Collier

Ramuan Cinta John Collier  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Alan Austen, kikuk layaknya seekor anak kucing yang baru lahir, menaiki tangga gelap yang berderik-derik di daerah Pell Street, kemudian setelah sampai di atas ia melirik ke kiri dan kanan lama sekali sebelum menemukan nama yang ia cari-cari terpahat di depan salah satu pintu kayu. Seperti yang disarankan, ia mendorong pintu itu hingga terbuka, menemukan dirinya berada di dalam sebuah ruangan kecil tanpa perabotan memadai, kecuali sebentuk meja dapur yang sederhana, sebuah kursi goyang, dan satu kursi biasa. Bersandar di salah satu dinding kotor dengan warna mencolok ada sejumlah rak kayu yang menyimpan selusin botol dan toples kaca. Seorang pria tua duduk di kursi goyang tadi, sedang membaca koran. Tanpa basa-basi lagi, Alan menyerahkan selembar kartu yang ia dapatkan dari seorang kenalan. “Duduklah, Tuan Austen,” kata si pria tua dengan halus. “Saya senang bisa bertemu dengan Anda.” “Apa benar,” t

Sang Bapak Baptis - Jacob dan Wilhelm Grimm

Sang Bapak Baptis Jacob dan Wilhelm Grimm Penerjemah: Dinten - Ngulikata Seorang lelaki miskin memiliki dua belas anak. Ia bekerja siang malam sekadar untuk mendapat cukup roti bagi keluarganya. Ketika anak yang ketiga belas lahir, ia tidak tahu mesti berbuat apa. Kesengsaraannya memuncak ketika ia harus mencari bapak baptis. Yang pertama menghampirinya adalah Tuhan. Ia telah mengetahui beban di pikiran lelaki tersebut dan berkata, “Lelaki yang malang, Aku iba padamu. Aku yang akan menggendong anakmu saat pembaptisan, menjaganya, dan membahagiakannya di bumi.” “Siapa kau?” tanya lelaki itu. “Aku adalah Tuhan.” “Kalau begitu aku tidak ingin Kau yang menjadi bapak baptis anakku,” lelaki itu berkata. “Kau hanya memberi pada yang kaya dan membiarkan yang miskin kelaparan.” Begitulah lelaki itu berkata sebab ia tidak mengerti betapa bijaknya Tuhan dalam membagi kekayaan dan kemiskinan. Ia berpaling dari Tuhan dan terus berjalan. Selanjutnya datanglah Setan dan b

Pesan Dari Langit - Steve Almond

Pesan Dari Langit Steve Almond  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Aku sedang dalam perjalanan menemui Wilkes. Kami sudah janji untuk sarapan bersama. Wilkes adalah seseorang yang kukenal sejak masa kuliah dulu. Ia merupakan pemain nomor satu dalam cabang olah raga squash di kampus. Aku pernah menantangnya sekali, saat sedang iseng-iseng main squash, dan dia mengalahkanku dengan pukulan-pukulan telak. Tak lama setelah ia mengalahkanku, Wilkes membuka rahasianya kepadaku di kamar ganti. “Visi,” katanya. “Kau harus bisa memprediksikan apa yang akan terjadi.” Sekarang lima tahun sudah berlalu sejak saat itu, namun aku masih merasa seolah aku berhutang budi padanya. Aku sadar ini perbuatan bodoh, tapi aku tidak bisa menolak ajakannya. Aku terus mengingat pukulan-pukulan jitu yang ia lemparkan dulu—indah dan elegan seperti putaran payung parasol. Ketika aku tiba di restoran, Wilkes sudah duduk di salah satu booth di bagian belakang. Kami saling menyapa dan Wilkes m

Yang Hakiki dan Yang Melengkapi - Fernando Sorrentino

Yang Hakiki dan Yang Melengkapi Fernando Sorrentino Penerjemah: Dinten - Ngulikata Pada 25 Juli, sewaktu sedang mencoba untuk menuliskan huruf A, aku menyadari adanya kutil kecil di kelingking tangan kiriku. Pada tanggal 27, kutil itu tampaknya menjadi jauh lebih besar. Pada 3 Agustus, dengan bantuan kaca pembesar, aku dapat melihat bentuknya. Bentuknya menyerupai gajah kecil: gajah terkecil di dunia, ya, tapi seekor gajah yang sepenuhnya mengerut hingga ke detailnya yang terkecil. Gajah itu melekat di jariku pada ujung ekornya yang mungil. Dengan begitu, gajah itu menjadi tawanan di jari kelingkingku. Ia dapat bergerak dengan bebas namun arahnya sepenuhnya tergantung pada kehendakku. Dengan bangga, ragu, sekaligus takut, aku menunjukkannya pada teman-temanku. Mereka tidak menyukainya. Mereka bilang tidak baik membiarkan adanya gajah itu di kelingking. Mereka menyarankanku agar memeriksakannya pada ahli kulit. Aku mengabaikan kata-kata mereka. Aku tidak memeriksakan kutil

Natal Adalah Hari Muram Bagi Orang Miskin - John Cheever

Natal Adalah Hari Muram Bagi Orang Miskin John Cheever  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Hari Natal adalah waktu yang menyedihkan. Kalimat tersebut terlintas di benak Charlie begitu ia terbangun oleh suara jam weker yang meraung seolah tanpa henti; dan kalimat itu juga yang akhirnya memberikan ‘nama’ pada perasaan yang semalam suntuk sempat memberatkan hatinya. Langit di luar jendela kamar tampak hitam. Charlie bangkit duduk di atas ranjang dan menarik seutas tali yang menggantung di depan hidung untuk menyalakan bohlam lampu. Natal adalah hari yang paling menyedihkan dibandingkan hari-hari lain sepanjang tahun, pikirnya. Dari jutaan orang yang tinggal di New York, batin Charlie pada diri sendiri, hanya aku yang harus bangun pada pukul 6 pagi di Hari Natal sambil memerangi udara dingin— hanya aku. Charlie pun berpakaian dan menuruni anak tangga ke lantai bawah rumah kos-kosan. Ia mendengar dengkuran tidur penghuni rumah lainnya; dan satu-satunya lampu yang menyala

Katak Lompat Kesohor dari Calaveras - Mark Twain

Katak Lompat Kesohor dari Calaveras Mark Twain Penerjemah: Dinten - Ngulikata Demi memenuhi permintaan seorang teman yang menyurati saya dari Timur, saya mengunjungi Simon Wheeler tua yang budiman dan nyinyir, dan menanyakan temannya teman saya itu, Leonidas W. Smiley, sebagaimana diminta, dan berikut saya sampaikan hasilnya. Saya memendam kecurigaan bahwa Leonidas W. Smiley hanyalah mitos; teman saya tidak benar-benar mengenal tokoh tersebut; dia hanya menduga-duga bahwa kalau saya bertanya pada Wheeler tua mengenai orang itu, itu bakal mengingatkannya pada si keji Jim Smiley, dia akan menceritakan kenangannya yang menjengkelkan itu dan membuat saya jemu sampai mati, begitu panjang dan membosankan hingga bagi saya tak ada artinya. Kalau memang begitu rencananya, dia berhasil. Saya dapati Simon Wheeler sedang tiduran dengan nyamannya dekat tungku, di suatu kedai minuman bobrok di kamp pertambangan Angel yang telantar. Ia gemuk dan botak. Roman wajahnya menampakkan kelembu

Si Semut dan Si Belalang - W. Somerset Maugham

Si Semut dan Si Belalang W. Somerset Maugham Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Di masa kanak-kanak, aku pernah diminta menghafal beberapa buah dongeng karya La Fontaine; lantas setelah itu pelajaran moral dari dongeng-dongeng tersebut akan dijelaskan secara detail kepadaku. Di antara belasan dongeng yang kuhafalkan, ada satu yang berjudul Si Semut dan Si Belalang* —yang pada intinya berusaha untuk menanamkan pelajaran berharga kepada anak-anak bahwa kerja keras selalu membuahkan hasil, sementara kemalasan hanya akan membawa petaka. Di dalam dongeng yang menarik ini (sebelumnya aku mohon maaf karena harus menceritakan lagi dongeng yang seyogyanya sudah diketahui semua orang) Si Semut menghabiskan musim panasnya bekerja keras mengumpulkan makanan untuk persiapan musim dingin; sementara Si Belalang duduk melamun di atas selembar daun sambil bernyanyi riang ke arah matahari. Ketika musim dingin tiba, tentunya Si Semut sudah siap dengan segala bekal yang ia kumpulkan sendir

Si Pengganggu - Fernando Sorrentino

Si Pengganggu Fernando Sorrentino  Penerjemah: Dinten - Ngulikata Tanggal 8 November adalah hari ulang tahunku. Kubayangkan cara terbaik untuk merayakannya adalah dengan mengajak bercakap-cakap orang yang tak kukenal. Kejadiannya sekitar pukul sepuluh pagi. Di simpang Florida dan Córdoba, aku menghentikan seorang pria berusia enam puluhan tahun yang berpakaian perlente. Tangan kanannya menjinjing tas kantor. Pembawaannya bak seorang pengacara atau notaris yang angkuh. “Permisi, Pak,” kataku, “ke mana, ya, arahnya menuju Plaza de Mayo?” Pria itu berhenti, memandangku sepintas lalu, dan melontarkan pertanyaan tak berarti: “Anda mau ke Plaza de Mayo, atau Avenida de Mayo?” “Sebenarnya, saya mau ke Plaza de Mayo, tapi kalau itu tidak mungkin, ke mana saja boleh.” “Baiklah, kalau begitu,” ujarnya dengan tak sabar dan tanpa memerhatikanku sama sekali, “lurus ke arah sana”—ia menunjuk ke arah selatan—“melewati Viamonte, Tucumán, Lavalle….” Kusadari ia keasyikan m

Suatu Hari di Tepi Pantai - J.D. Salinger

Suatu Hari di Tepi Pantai J.D. Salinger  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Ada sembilan-puluh-tujuh laki-laki yang bekerja di bidang iklan, asal New York, di dalam hotel itu, dan, gara-gara mereka memonopoli saluran interlokal, wanita muda yang menginap di kamar nomor 507 harus menunggu dari pukul dua belas siang sampai pukul setengah tiga sore sebelum panggilan telepon interlokalnya disambungkan oleh pihak hotel. Namun, meski begitu, wanita muda tadi tidak lantas membuang waktunya begitu saja. Ia sempat membaca artikel di majalah wanita yang berjudul “Seks itu Menyenangkan – atau Mengerikan”. Dia juga sempat mencuci sisir dan sikat rambutnya. Ia sempat mencuci noda dari rok setelan berwarna krem. Ia sempat mencabut kancing dari blus yang ia beli di pusat belanja Saks Fifth Avenue, dan mencabut dua helai rambut yang belum lama tumbuh di tengah tahi lalatnya. Ketika sang operator akhirnya menghubungi telepon di kamar inapnya, wanita muda itu tengah duduk di dekat je

Dilema Sang Komandan - Stephen Crane

Dilema Sang Komandan Stephen Crane Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus “Lalu apa yang harus kita lakukan?” pekik Sang Ajudan dengan nada tinggi, seraya menampakkan ekspresi kalut. “Kubur dia,” kata Timothy Lean. Kedua prajurit menundukkan kepala dan menatap ke arah sepatu mereka masing-masing di mana tubuh seorang komandan tergeletak mati. Wajah komandan itu biru seperti kapur barus, dengan sepasang mata masih terbuka, menatap jauh ke angkasa. Di atas kepala kedua prajurit ini, angin menghantarkan desing peluru dari kubu lawan yang kemudian dibalas oleh pasukan infantri asal Spitzbergen* di bawah kepemimpinan Timothy, dalam posisi telungkup di atas tanah, punggung menghadap matahari. “Tidakkah menurutmu lebih baik kita—” Sang Ajudan mulai angkat suara. “Sebaiknya kita tinggalkan dia di sini sampai besok.” “Tidak,” kata Timothy. “Aku tidak bisa mempertahankan posku di sini bahkan untuk sejam saja. Aku harus menggiring pasukanku mundur, dan kita harus memakamka

Laguna Cubelli - Fernando Sorrentino

Laguna Cubelli Fernando Sorrentino  Penerjemah: Dinten - Ngulikata Di sebelah tenggara pedalaman Buenos Aires, Anda dapat menjumpai Laguna Cubelli. Laguna ini lebih dikenal dengan sebutan “Danau Aligator Berdansa”. Kendati jelas-jelas menyatakan keadaan yang sebenarnya, namun Doktor Ludwig Boitus membuktikan bahwa penamaan populer tersebut tidaklah akurat. Pertama, “laguna” dan “danau” adalah kondisi hidrografis yang berbeda. Kedua, meskipun aligator atau Caiman yacare (Daudin)—dari keluarga Alligatoridae —biasa dijumpai di Amerika, namun laguna yang satu ini bukanlah habitat bagi spesies aligator manapun. Airnya luar biasa asin. Fauna dan floranya menyerupai makhluk hidup di lautan. Karena itulah, tidak mengherankan bahwa dalam laguna ini terdapat populasi buaya air asin yang jumlahnya sekitar 130 ekor. “Buaya air asin” ini, yaitu Crocodilus porosus (Schneider), merupakan reptil terbesar yang pernah ada. Hewan ini biasanya mencapai panjang sekitar tujuh meter (23

Nafas Terakhir - Joe Hill

Nafas Terakhir Joe Hill Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Sebuah keluarga yang terdiri dari seorang pria, wanita, dan bocah laki-laki masuk untuk melihat-lihat. Saat itu belum lagi petang, matahari masih tinggi menggagahi bumi. Mereka adalah pengunjung pertama hari itu, dan bukan tidak mungkin satu-satunya pengunjung hari itu (museum tersebut memang tidak pernah seramai museum lain)—karenanya Alinger punya banyak waktu luang untuk memandu tamu-tamunya keliling museum. Ia menemui mereka di ruang kedatangan. Sang Ibu berdiri dengan satu kaki masih berada di luar ambang pintu, seolah ragu untuk masuk lebih jauh ke dalam gedung itu. Ia melemparkan tatapan canggung ke arah suaminya, penuh keraguan. Sang Ayah malah membalas dengan kerutan dahi, seolah meremehkan keraguannya. Dengan kedua tangan, sang Ayah menggamit kerah overcoat yang ia kenakan, ragu apakah sebaiknya ditanggalkan atau tetap dikenakan saja di dalam museum. Alinger sudah pernah menyaksikan keraguan yang sa

Lotere - Shirley Jackson

Lotere Shirley Jackson  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Pagi itu, tanggal 27 Juni, cuaca terlihat terang dan sarat akan panas matahari, mengantarkan hawa musim panas yang hangat, saat bunga-bunga bermekaran dan rumput taman menghadirkan nuansa hijau segar. Sekitar pukul sepuluh, warga desa pun mulai berkumpul di alun-alun yang terletak di antara kantor pos dan bank. Di beberapa kota lain, banyak sekali warga yang mengikuti ajang lotere hingga proses pelaksanaannya memakan waktu dua hari dan harus dimulai lebih cepat, pada tanggal 26 Juni. Namun desa ini hanya dipopulasikan oleh 300 orang penduduk saja; oleh sebab itu proses pelaksanaan lotere memakan waktu tak lebih dari dua jam, dimulai pada pukul sepuluh pagi agar para warga dapat pulang ke rumah masing-masing di waktu makan siang. Seperti biasa, anak-anak yang paling pertama berkumpul. Tahun ajaran sekolah baru saja usai menyusul datangnya musim panas, dan umumnya murid-murid tidak tahu harus melakukan apa di

Tersesat di Luar Angkasa - Paul O’Neill

Tersesat di Luar Angkasa Paul O’Neill  Penerjemah: Dinten - Ngulikata Fase tersesat. Tidak diragukan lagi. Pada mulanya, hutan itu tampaknya tempat yang cukup menyenangkan—dihuni oleh banyak burung dan binatang lainnya yang menarik. Pun banyak tanaman yang tampaknya bisa dijadikan bahan bakar-bakaran bertumbuhan di mana-mana. Empat hari kemudian, semua tanaman menjadi terlalu lembap untuk dapat dibakar, burung-burung membuatnya tidak bisa tidur pada waktu malam, dan Fase tidak kunjung menjumpai binatang yang tidak mencoba-coba menyerangnya. Ralat. Ia tidak kunjung menjumpai binatang yang tidak berhasil menyerangnya. Kini ia tersesat di sebuah rimba tak berpenghuni yang asing, di sebuah planet yang amat jauh di jagat yang sepenuhnya paralel, dan suara-suara genderang itu membuatnya gila. Kemustahilan adanya suara-suara genderang di rimba tak berpenghuni menyentaknya, bersamaan dengan melesatnya sebuah tombak dari semak-semak yang lalu menancap di sisi kirinya. Ke

Moral-Maril - Italo Calvino

Moral-Maril Italo Calvino  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Ketika perang meletus seorang pemuda bernama Luigi bertanya apakah dia bisa mendaftar sebagai prajurit relawan. Semua orang memuji keberaniannya. Luigi pergi mendatangi tempat di mana senapan dibagikan secara massal dan berkata: “Sekarang aku akan pergi membunuh seseorang bernama Alberto.” Prajurit lain bertanya siapa Alberto yang dimaksud. “Musuh,” kata Luigi. “Musuhku.” Mereka menjelaskan kepada Luigi bahwa dia hanya diperbolehkan membunuh musuh dengan tipe tertentu, bukan siapa saja yang dianggapnya sebagai musuh pribadi. “Lantas?” tanya Luigi. “Kalian pikir aku bodoh? Alberto ini adalah tipe musuh yang kalian maksud. Salah satu dari mereka. Ketika aku mendengar kabar bahwa kalian berperang dengan orang-orang itu, aku berpikir: Aku juga akan ikut perang supaya aku bisa menghabisi Alberto. Itu sebabnya aku ada di sini. Aku tahu Alberto: dia itu penjahat. Dia mengkhianatiku, dia sengaja mempe

Charles - Shirley Jackson

Charles Shirley Jackson  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Di hari pertama Laurie, putraku, masuk sekolah TK, ia menolak untuk mengenakan celana korduroy dan bib (untuk menadah air liur) yang dulu menjadi seragam utamanya. Pilihannya sekarang: celana jeans dan sabuk. Aku mengantar Laurie sampai pintu depan dan mengamatinya melangkah pergi ke sekolah ditemani oleh seorang anak perempuan tetangga rumah. Entah kenapa, sejumput rasa sedih mendadak tumbuh di dadaku. Putraku yang manja dan menggemaskan kini telah berubah menjadi pemuda cilik bercelana jeans. Ia bahkan tidak ingat untuk berbalik dan melambai ke arahku dari sudut jalan seperti yang biasa ia lakukan. Pulang sekolah, Laurie masih bersikap sama. Pintu depan didorong dengan kasar, topinya dibiarkan jatuh tergeletak di lantai, dan teriakannya yang memekakkan telinga menggema ke seisi rumah: “Ada orang nggak sih?” Sementara itu, saat jam makan siang tiba, di mana kami sekeluarga menyempatkan untuk makan be

Katakan Ya - Tobias Wolff

Katakan Ya Tobias Wolff  Penerjemah: Dinten - Ngulikata Mereka sedang mencuci piring bersama-sama. Istrinya yang mencuci sedangkan lelaki itu yang mengeringkan dengan lap. Lelaki itu yang mencuci pada malam sebelumnya. Tidak seperti kebanyakan lelaki lainnya yang dia kenal, dia benar-benar rela menyingsingkan lengan bajunya untuk pekerjaan rumah. Beberapa bulan sebelumnya dia mendengar seorang teman mengucapkan selamat kepada istrinya karena memiliki suami yang penuh perhatian. Pikirnya, aku berusaha. Membantu mencuci piring adalah cara yang dilakukannya untuk menunjukkan betapa penuh perhatian dirinya. Mereka membicarakan berbagai hal. Entah bagaimana mereka sampai pada topik bagaimana bila orang kulit putih menikah dengan orang kulit hitam. Setelah mempertimbangkan banyak hal, menurutnya itu gagasan yang buruk. “Kenapa?” istrinya bertanya. Kening perempuan itu berkerut, bibir bawahnya digigit, sementara tatapannya terpaku ke suatu tempat. Dengan tampang seperti i

Kambing Hitam - Italo Calvino

Kambing Hitam Italo Calvino  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Dahulu kala, ada sebuah negara yang semua penduduknya memiliki profesi sebagai pencuri. Setiap malam, masing-masing penduduk pergi keluar rumah membawa sebentuk linggis dan sebuah lampu petromaks—lalu merampok rumah tetangga mereka. Ketika mereka kembali ke rumah masing-masing di saat subuh, seraya menggotong hasil curian, mereka akan menemukan bahwa rumah mereka sudah habis dirampok. Dengan begitu semua orang hidup secara harmonis, tidak ada warga yang terlampau miskin—karena satu orang merampok orang lain, dan orang itu merampok orang lain lagi, dan begitu terus sampai seluruh warga melakukan hal yang sama. Di negara ini, bisnis dan penipuan adalah suatu kesatuan. Posisi penjual dan pembeli sama bejatnya. Pemerintahan di negara ini juga dibentuk oleh organisasi kriminal yang sengaja dirancang untuk mencurangi rakyatnya. Sementara rakyat menghabiskan waktunya mencurangi pemerintah. Maka hidup berlan

Menuju Abashiri - Shiga Naoya

Menuju Abashiri Shiga Naoya  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Di Utsunomiya, aku berkata kepada seorang teman, “Aku akan mampir ke tempatmu dalam perjalananku kembali dari Nikko.” Dia membalas, “Ajak aku sekalian — aku akan menemanimu ke Nikko.” Saat itu, meski di bulan Agustus, cuaca terasa sangat panas. Aku memilih naik kereta yang berangkat pukul 4:20 sore dan berencana untuk turun di stasiun tidak jauh dari tempat tinggal temanku. Kereta itu bertujuan ke Aomori. Begitu aku tiba di Stasiun Ueno, segerombolan orang terlihat mengerumuni pintu gerbang tempat penjualan tiket. Aku pun segera bergabung dengan mereka. Ketika bel berdentang, pintu gerbang itu langsung dibuka dari dalam. Suara alat pembolong tiket mulai mengisi ruangan, berdecak tanpa henti. Orang-orang meringis seraya menarik koper-koper mereka yang terhimpit di antara pagar; dan sejumlah orang terdorong keluar dari gerombolan antrian panik berusaha untuk menyeruak masuk kembali ke dalam gerombolan

Hari Ini Akan Jadi Hari yang Tenang - Amy Hempel

Hari Ini Akan Jadi Hari yang Tenang Amy Hempel  Penerjemah: Dinten - Ngulikata “Mestinya ada jalan lain di sekitar sini,” si anak lelaki berkata. “Kalau tahu-tahu ada gempa, jembatan nya bakal runtuh. Tinggal jalan di ujung-ujung saja yang tersisa.” Ia melirik kakaknya dengan puas. “Kamu menakut-nakuti kakakmu saja,” kata si ayah. “Itu tidak benar.” “Tidak, sungguh,” anak lelaki itu memaksa, “aku dengar burung-burung waktu tengah malam. Bukannya itu peringatan?” Si anak perempuan melempar pandangan beracun pada adiknya, lalu meraup setangkup Raisinets. Ketiganya terkurung kemacetan di Jembatan Golden Gate. Pagi itu, sebelum membangunkan anak-anaknya, si ayah membatalkan les musik mereka. Ia memutuskan untuk melewatkan seharian itu bersama-sama. Ia ingin tahu bagaimana anak-anaknya, itu saja. Hanya—bagaimana sih mereka. Ia pikir anak-anaknya sama mandiri dengan anjing-anjing yang dapat membawa tali kekangnya sendiri. Tapi bisa saja salah. Bisa saja kan.

Teresa - Italo Calvino

Teresa Italo Calvino  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Aku menjauh dari trotoar, berjalan mundur beberapa langkah dengan wajah tengadah, lalu dari tengah jalan, seraya mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku berteriak sekeras-kerasnya: “Teresa!” Bayangan tubuhku berusaha bersembunyi dari sinar bulan yang temaram, jatuh bagai gumpalan kelam di kaki. Seseorang melintas di jalan yang sama. Sekali lagi aku berteriak: “Teresa!” Pria asing yang barusan kebetulan lewat berkata, “Kalau kau tidak berteriak lebih keras, dia takkan mendengarnya. Mari kita berdua mencoba. Aku hitung sampai tiga, dan di hitungan ke-tiga kita teriak berbarengan.” Lalu ia memberi aba-aba: “Satu, dua, tiga.” Dan serentak kami menarik pita suara setinggi-tingginya: “Tereeeeeeeeeeeesaaa!” Sekelompok muda-mudi dalam jumlah yang tak terlalu banyak juga kebetulan melintas di jalan yang sama. Mereka baru saja kembali dari bioskop atau café di ujung jalan, dan tak seng

Pesta Makan Malam - Roald Dahl

Pesta Makan Malam Roald Dahl  Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus Begitu George Cleaver resmi menjadi seorang jutawan, dia dan istrinya, Mrs. Cleaver, pindah dari rumah kecil mereka di pinggiran kota ke sebuah rumah mewah di tengah kota London. Pasangan itu kemudian menyewa jasa seorang koki asal Prancis, Monsieur Estragon, dan seorang pelayan berkebangsaan Inggris, Tibbs—dengan tuntutan gaji yang sangat besar. Dibantu oleh kedua orang tersebut, pasangan Mr. dan Mrs. Cleaver pun berniat menaikkan status sosial mereka dan mulai mengadakan pesta makan malam yang luar biasa mewah sebanyak beberapa kali seminggu. Namun pesta-pesta itu tak pernah berlangsung sesuai bayangan Mr. dan Mrs. Cleaver. Meskipun makanan yang disajikan sangat berkelas, dan pelayanan yang diberikan tergolong sempurna, namun acara-acara tersebut tetap terkesan hambar. Tak ada pembicaraan menarik yang tersulut di antara para tamu, dan nampaknya mereka tidak terlalu tertarik berada di sana. “Apa ya