Pertunjukan - Khan Mohammad Sind
Sudah larut malam saat ia pulang. Istrinya duduk di serambi di depan rumah. Ia mendekati anak lelaki mereka yang berusia lima tahun dan sedang terbaring sakit di tempat tidur. Ia melepaskan syalnya. Sambil menyeka kepala dan jenggotnya yang pendek, ia menanyakan keadaan Bari pada istrinya.
Hampir menangis, istrinya menjawab, “Demamnya masih tinggi. Ia sangat lemah dan berbaring saja seharian. Ia juga tidak berselera makan. Aku sudah memberinya sup berkali-kali, tapi ia tidak mau memakannya.”
Sang ayah bersandar pada tempat tidur, dan berkata pada anak lelakinya, “Bari, putraku. Bari, anakku. Bagaimana keadaanmu? Mana yang sakit?”
Bari membuka matanya pelan-pelan, menatap kedua orangtuanya, dan berkata dengan suara lemah, “Seluruh badanku sakit.”
Sang ayah berlutut, menimang kepala bocah itu, dan berkata, “Tidak apa-apa. Kau akan sembuh, dengan doa…. Sekarang duduklah, ayo, dan cobalah makan sedikit saja. Ayah membawakan pisang untukmu.”
Ia mendudukkan anaknya dengan hati-hati. Ibunya segera menyiapkan makanan. Lalu dengan lembut keduanya menyuapi anak mereka. Setelah itu, Bari mengerang sepanjang malam. Ibu dan ayahnya mendudukkannya dan menjaganya.
Pagi harinya, Sarwar memberi dua ratus rupe pada istrinya dan berkata, “Banyak yang harus kukerjakan dan aku mesti pergi ke pasar. Bawalah anak kita ke dokter.”
Sarwar meninggalkan rumah dan tiba di bangunan tempat menaruh gerobak-gerobak. Ia memberi lima rupe pada penjaga, membuka rantai di sekeliling gerobaknya, mendorongnya, dan berbalik. Matahari belum terbit saat ia dengan gerobaknya memasuki pasar yang ramai. Ia berhenti di depan sebuah toko dan berkata pada pemiliknya, “Assalamualaikum, Badar.”
Pengusaha toko yang gendut itu berbaring di sebuah dipan. Perutnya buncit dan kancing bajunya terbuka. Ia beringsut, memegang kepalanya yang besar dan gundul, menyeka janggutnya, dan mengusap kumisnya yang panjang. Ia melirik Sarwar dan berkata, “Kemarilah, Sarwar. Hari ini aku tidak akan memberimu tebu. Kau masih berutang banyak rupe padaku.”
Sarwar menjawabnya sambil merendah, “Badar, kemarin daganganku sama sekali tidak laku. Lalu lintasnya membuatku tidak bisa ke mana-mana. Semua tebu yang kubawa mengering. Seharusnya aku menyerahkan uangnya padamu kemarin, tapi anakku sedang sakit keras, jadi uangnya kupakai untuk membeli obat.”
Ujar Badar, “Begini, Sarwar. Ada ratusan penjaja keliling yang bekerja padaku. Setiap pagi aku membagikan tebu pada mereka semua. Malamnya mereka kembali padaku dengan membawa uang. Tapi sekarang ini sudah beberapa lama aku berbisnis denganmu, dan kau menyimpan uangnya untuk dirimu sendiri. Sebelumnya tidak apa-apa, tapi sekarang tampaknya kau dirasuki setan, mengajukan kebohongan semacam itu.”
Komentar
Posting Komentar