Bapak Boleh - Ann Beattie
Si wanita tunawisma berambut merah ditahan setelah ambruk di jalan dan sebuah taksi nyaris menggilasnya. Tepat sebelum ia melesat keedanan ke jalan (siapa juga sih yang dapat menjelaskan tingkahnya?), ia menuding seekor anjing hitam yang sedang dirantai sebagai Iblis, tuduhan yang telah dibantah kuat-kuat oleh si pemilik hewan. Nama anjing itu Bapak Boleh, dan di lingkungan kami cerita tentang dia lebih terkenal ketimbang tentang si wanita berambut merah. Peternaknya menyebut anjing itu Bapak, dan keluarga yang mengadopsinya—yaitu tetangga sebelah kami, keluarga Leavell—ingin memanggilnya dengan sebutan yang mirip supaya dia tidak bingung. Mereka mencoba memanggilnya Blacky atau Bobby, tapi anjing itu tidak menanggapi nama apa pun yang diawali dengan huruf “B”, hingga anak perempuan keluarga tersebut, yang berusia empat tahun dan senang sekali bicara pada boneka-bonekanya, mengatakan pada mainannya itu bahwa mereka boleh pergi ke Barneys, dan mereka boleh pergi ke taman, dan mereka boleh makan kue kalau mereka jadi anak baik …. Seperti yang bisa ditebak, si kecil Corey Leavell telah mengajukan satu-satunya nama yang diterima anjing itu. Lantas, terpikir lucu juga memanggil anjing itu Bapak Boleh[1] .
Pada waktu itu teman serumahku seorang mahasiswa seni peran bernama Eagle Soars—Elang Mengangkasa. Ayahnya orang Inggris yang menikah dengan orang Amerika, yang pernah mengatakan bahwa nenek buyutnya keturunan Indian. Sewaktu sekolah dulu, Eagle Soars dipanggil Eddie. Namun pada akta kelahiran nama depan dan nama tengahnya memang Eagle Soars (nama belakangnya Stevens, namun nantinya itu tidak dia gunakan.) Saat berusia dua puluh tahun ia pikir nama itu kemungkinan akan laku jika ia menjadi aktor. Ia menambah penghasilan dengan membawa Bapak Boleh berjalan-jalan sore ke Tenth Avenue, lalu menyeberang ke Twenty-first atau Twenty-second, menyusuri Eight Avenue, dan pulangnya melewati Twentieth.
Pada waktu itu Chelsea cenderung merupakan lingkungan keluarga. Tidak ada tempat-tempat yang berseni, paling-paling beberapa klub seks jauh di sebelah barat. Ada toko bunga yang bagus, namanya Howe. Kadang aku membeli setangkai bunga untuk dibawa pulang ke apartemen. Aku menaruhnya di altar kecilku di pojok kiri jendela yang menjorok ke dalam dan menghadap ke halaman belakang. Pada altar itu ada gambar ayah dan ibuku pada hari pernikahan mereka, dalam bingkai kecil berbentuk hati; foto adikku sedang rebah di permadani bulu, tampak kebingungan, pada hari mereka membawanya pulang dari rumah sakit; potret piaraan pertamaku yang sudah kabur warnanya, si kucing Doris; di dalam kotak bekas wadah kaca akrilik ada gelang korsase yang sudah kering yang kukenakan ke pesta prom; dan salah satu geraham bungsuku menggantung di rantai yang bergelung pada pegangan daun jendela. Aku mengumpulkan barang-barang ini berkompakan dengan Eagle Soars, yang punya etalase sendiri di sisi kanan ambang jendela. Etalasenya memamerkan bingkai dua foto yang memuat gambar kelulusannya saat SMA serta potret lelaki yang disukainya pada masa itu, yang wajahnya dibalut perban besar sehabis operasi pemulihan hidung (karena kecelakaan sepeda); serut pensil berbentuk kuda nil mengenakan rok tutu dalam posisi kedua—kedua kakinya menghadap arah berlainan; sendok teh yang dicuri dari Plaza; dan bingkai berisi surat pengusiran dari induk semangnya yang sebelum ini di Columbus, Ohio. Kapan pun aku punya bunga yang baru, ia akan memindahkan itu ke sisinya pada tengah malam, dan saat ia keluar membawa Bapak Boleh berjalan-jalan aku menaruhnya kembali ke sisiku; itu lelucon yang terjadi terus-menerus. Tiap minggu kami patungan anggur, sebab kami sama-sama tidak lebih doyan minum daripada yang lain. Ia lebih suka mariyuana, sedang aku lebih suka tidak gendut. Meski begitu, tiap minggu kami menandaskan segalon anggur putih Italia yang penjualnya selalu bilang itu takkan diperolehnya lagi dalam waktu yang lama (padahal tidak semua anggur dapat memaksa kami menghabiskan uang). Aku bekerja paruh waktu sebagai pramusaji, dan ibuku mengirim cek setiap bulan untuk menombok setengah biaya sewa tempat tinggalku.
Komentar
Posting Komentar