Dalam Pelukan Kubur - Mahmud Marhun
Oh, aku pasti sudah lama sekali tertidur. Tempat ini terasa sempit. Sulit untuk bernapas. Tunggu, biar kunyalakan dulu lampunya. Betapa gelapnya di sini. Dan mengapa aku sulit sekali untuk bernapas? Aduh! Membentur apa kepalaku ini, masak atap rumahnya ambruk menimpaku, bagaimana bisa? Eh, tunggu dulu, biar kupikir sebentar, aku di mana dan tempat apa ini?
Oh! Tampaknya ada orang yang sedang menuju kemari. Sepertinya dia membawa lentera. Tunggu dulu, sepertinya dia bukan temanku. Tidak, aku tidak mengenali orang ini, dan dia juga tidak membawa lampu. Mungkinkah yang datang itu dua orang, dan cahaya dari mana itu? Cahaya apa yang menyala-nyala di atas itu? Sepertinya mereka sedang membicarakanku. Tunggu sebentar. Aku akan bertanya pada mereka.
“Hei kalian, tempat apa ini?”
“Kami tidak akan memberitahumu, tapi cepat atau lambat kau akan mengetahuinya. Kau harus memikirkannya sendiri, mencermati dirimu sendiri sejenak dan kau akan ingat. Kau akan menemukan sendiri jawabannya.”
“Hmmm! Tunggu dulu, aku ingat sekarang. Aku tadi berada di sebuah desa di dekat Duzhakh, dan aku telah mengumpulkan beberapa prajurit untuk memperjuangkan Islam, untuk melindungi keyakinanku.”
“Kau mengumpulkan pasukan untuk memfitnah Islam.”
“Aku? Tidak, tidak mungkin, aku berjihad, aku seorang mujahid.”
“Tidak. Kau bukanlah seorang mujahid. Itu bukan jihad. Jihad adalah salah satu kewajiban yang paling suci, dan kau telah mengotorinya.”
“A… a… aku, aku bukan mujahid? Tapi mengapa, bagaimana mungkin aku bukan mujahid?”
“Pikiran baik-baik perbuatanmu yang lalu dan kau akan menyadari siapa sesungguhnya dirimu.”
“Ah, tunggu, biarlah aku masuki lubuk hatiku yang terdalam. Aku berjihad. Aku dibawa ke kawasan pegunungan negeri kamu untuk berjihad.”
“Baiklah, kau dibawa untuk berjihad, dan siapa yang membawamu?”
Komentar
Posting Komentar