Hop-Frog - Edgar Allan Poe

Hop-Frog

Edgar Allan Poe 
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


Aku tidak pernah mengenal orang yang begitu senang terhadap lelucon seperti Sang Raja. Tampaknya, beliau hidup hanya untuk mendengar lelucon. Cara tercepat untuk mengambil hatinya adalah dengan melawak atau menuturkan lelucon dengan baik dan benar. Karena itu pula ketujuh menteri yang berada di bawah kepemimpinannya dikenal sebagai para pelawak ulung. Penampilan mereka hampir sama dengan Sang Raja yang bertubuh gemuk, besar, dengan kulit berminyak — diikuti oleh selera humor yang unik. Namun, aku tidak yakin apakah orang gemuk karena terlalu banyak melawak; atau memang pelawak gemuk cenderung lebih lucu. Hanya ada satu hal yang pasti: pelawak bertubuh kerempeng cenderung dianggap sebagai rara avis in terris (kesalahan).

Sang Raja juga tak pernah merasa keberatan bila ada pelawak yang berimprovisasi dalam mengantarkan lelucon, sesuatu yang dianggapnya sebagai ‘hantu’ lawakan. Justru sebaliknya, Sang Raja sangat megagumi lelucon yang memiliki daya tafsir luas, dan tak jarang membiarkan para pelawak berlarut-larut dalam menyampaikan lelucon mereka demi mendengar bagian akhirnya — meski lelucon yang condong terlalu ‘sopan’ justru membuatnya cepat bosan. Karena itu, Sang Raja lebih senang membaca cerita karya Rabelais* yang berjudul Gargantua ketimbang Zadig karya Voltaire**. Secara keseluruhan, Sang Raja lebih menghargai lelucon yang praktis daripada yang berbelit.

Di saat aku menceritakan ini, para pelawak masih punya pamor yang cukup besar di dalam lingkungan kerajaan. Selain itu, masih ada sejumlah wilayah dalam kerajaan tersebut yang pemerintah daerahnya menggaji beberapa orang pelawak dan mengharuskan mereka untuk mengenakan motley (kostum yang mulai dikenakan oleh para pelawak kerajaan pada masa kejayaan Ratu Elizabeth I), lengkap dengan topi dan lonceng. Para pelawak tersebut juga diharapkan untuk selalu siap melontarkan lelucon yang cerdas di hadapan siapa saja.

Raja kami pun masih menggaji pelawak favoritnya, tak lain karena ia butuh seseorang yang bisa menghibur hatinya mana kala ia dan ketujuh menterinya sibuk memikirkan urusan kerajaan yang merepotkan serta tak jarang memusingkan.

Hanya saja pelawak favoritnya itu ternyata lebih dari sekedar pelawak. Di mata Sang Raja, bentuk fisiknya yang kontet serta kondisinya yang cacat justru punya nilai tersendiri. Di masa itu, orang kontet sama berharganya dengan para pelawak; dan banyak sekali para petinggi kerajaan yang merasa kurang terhibur tanpa kehadiran keduanya — mereka butuh pelawak untuk membuat mereka tertawa, serta orang kontet untuk ditertawai. Meski begitu, menurut pengamatanku, sembilan-puluh-sembilan persen dari para pelawak yang pernah kutemui justru berbadan gemuk, berwajah bulat, dan sama sekali tidak lincah — oleh sebab itu, tidak bisa disalahkan juga apabila Sang Raja menaruh perhatian lebih terhadap Hop-Frog (nama pelawak favoritnya).


Komentar