Pelangi, Pelangi - Pari Mansouri
Pria itu buru-buru membuka tas kerjanya yang berwarna hitam, mengeluarkan sejumlah berkas. Ia mengamati berkas-berkas yang kini ada di tangannya, satu demi satu, sebelum menyesakkan mereka kembali ke dalam tas kerja.
Seorang wanita yang telah mengikuti langkahnya sampai ke lorong koridor bertanya dengan was-was, “Apa ada yang hilang?”
“Tidak,” jawab pria itu. “Aku hanya ingin memastikan bahwa aku sudah membawa data penting dua orang pasienku yang sakit keras. Takutnya ketinggalan, karena semalam aku membawa berkas-berkas ini pulang.”
Kemudian pria itu mengenakan jasnya yang berwarna hitam, dan dengan pandangan khawatir ia berkata, “Coba lihat tumpukkan salju di luar! Aku harus berangkat lebih pagi, tapi tubuhku ngilu membayangkan udara dingin yang menggigit. Tadinya aku sempat ingin memanaskan mobil, tapi mesinnya beku. Kendaraan itu memang sudah butut. Makanya tadi aku panggil taksi lewat telepon saat kau ada di dapur. Biasalah, aku menelepon Hassan Agha, yang senang menyanjung penumpang favoritnya, tapi terus dia bilang padaku, ‘Kau tahu perusahaan kami sangat setia kepadamu, tapi salju sial ini membuat kendaraan beroda empat manapun mustahil melintasi gang rumahmu.’ Dia benar, tentunya. Sekarang aku harus jalan kaki ke ujung jalan, dan menunggu taksiku di sana.”
“Sekarang ini masih terlalu pagi. Aku sudah menyiapkan sarapan. Ayolah, makan dulu sebelum bekerja,” kata si wanita dengan nada simpati dan baik hati. “Kapan Hassan Agha akan mengirimkan taksi untukmu?”
“Simeen, aku mana punya waktu untuk makan?” tegur pria itu. “Jangan khawatir, nanti begitu sampai di rumah sakit, aku akan makan sesuatu. Taksinya akan datang jam 6.30. Hari ini dingin sekali dan salju di jalan sudah pada membeku. Kuharap kau tak perlu pergi ke mana-mana hari ini.”
Wanita itu memperhatikan bahwa, seperti biasa, suaminya hidup di dunia yang dihuni secara eksklusif oleh masalah-masalah pribadinya; bahkan tidak sadar bahwa hanya untuk memastikan agar dia tidak kelaparan, wanita itu harus menghabiskan waktu berjam-jam ngantri di supermarket, pasar, restoran, dan lain-lain. Wanita itu bungkam, tapi sinar matanya menunjukkan niat berontak.
Komentar
Posting Komentar