Persetan dengan Kematian - Alice Walker
“Persetan dengan kematian,” kata ayahku. “Anak-anak ini menginginkan Mr. Sweet!”
Mr. Sweet seorang pengidap diabetes, alkoholik, dan pemain gitar. Ia tinggal di ujung jalan dari rumah kami, di sebuah ladang kapas yang telantar. Kakak-kakakku yang paling beruntung dengannya. Mereka mampu menjemputnya kembali dari ambang kematian berkali-kali—kapan pun suara ayahku menggapai-gapainya yang sedang terbaring sekarat. “Persetan dengan kematian, bung,” ayahku akan berkata, sambil mendorong istri Mr. Sweet menjauh dari sisi pembaringan. (Istrinya itu berurai air mata walaupun ia tahu bahwa kematian bukanlah penghabisan kecuali Mr. Sweet benar-benar menginginkannya.) “Anak-anak ini menginginkan Mr. Sweet!” Mereka benar-benar menginginkannya. Begitu ada isyarat dari Ayah, mereka akan mengerubungi tempat tidur dan menghamburkan diri ke selimut. Siapa pun anak yang paling kecil pada waktu itu akan menciumi seluruh wajahnya yang cokelat keriput, dan menggelitiki perutnya sampai ia tertawa. Kumisnya yang panjang dan terjurai akan bergoyang-goyang seperti lumut Spanyol, dan memang begitulah warnanya.
Mr. Sweet sudah ambisius ketika masih anak-anak. Ia ingin menjadi dokter, pengacara, atau pelaut, hingga menyadari bahwa pria kulit hitam lebih mudah bepergian apabila tidak menjadi salah satu di antaranya. Karena keinginannya tidak ada yang sampai, ia memilih pemancing sebagai satu-satunya karier yang ia tekuni sungguh-sungguh, dan bermain gitar sebagai satu-satunya hak yang ia miliki untuk bersenang-senang sepuasnya. Putranya, satu-satunya anak yang dimiliki oleh dirinya dan istrinya, Miss Mary, malas bekerja dan suka menghabiskan uang. Mr. Sweet menyebutnya si tangan licin. Bagaimanapun juga, Miss Mary memanjakan “bayi”-nya itu, dan bekerja keras untuk memenuhi “kebutuhan kecil” anaknya.
Mr. Sweet bertubuh jangkung dan kurus. Rambutnya kusut beruban. Kulitnya cokelat gelap. Matanya juling dan kebiruan. Ia mengunyah tembakau Brown Mule. Ia hampir selalu mabuk berat. Ia membuat sendiri minumannya dan sama sekali bukan orang yang pelit. Ia selalu tampak sangat melankolis dan sedih, walau sering kali ketika sedang “merasa baikan” ia akan berjoget di halaman bersama kami, lalu terjungkal sampai ibu kami datang dan melihat ada keributan apa.
Ia sangat baik pada kami semua, anak-anak, dan tidak seperti orang dewasa pada umumnya, ia pemalu. Ia sangat menghormati ibuku karena tidak pernah menegurnya ketika mabuk, dan membiarkan kami bermain dengannya meskipun ia nyaris ambruk di perapian akibat minum-minum. Meskipun Mr. Sweet kadang tidak bisa atau hampir tidak bisa mengendalikan kepala dan lehernya sehingga ia cuma bisa bersandar di kursi, entah kenapa pikirannya masih tajam dan itu pun tidak begitu memengaruhi perkataannya. Kemampuannya mabuk dan tenang pada waktu bersamaan menjadikannya teman bermain yang ideal, selama kami masih bisa nyambung saat bercakap dengannya. Ia sama lemahnya dengan kami dan kami selalu bisa mengalahkannya ketika bergulat.
Komentar
Posting Komentar