Bayangan - Isaac Bashevis Singer

Bayangan

Isaac Bashevis Singer
Penerjemah: Dinten - Ngulikata


Sejak pindah ke desa, aku merasa diriku mulai mengantuk pada pukul sepuluh malam. Aku pergi tidur bersamaan dengan burung-burung betet dan ayam-ayamku di kandang. Di tempat tidur, dengan saksama aku membaca Phantasm of the Living[1], meskipun semestinya aku segera mematikan lampu. Hingga pukul dua pagi aku dicengkam oleh tidur tanpa mimpi—atau pernah juga dengan mimpi yang tak dapat kuingat. Pada pukul dua, aku bangun dalam keadaan segar sepenuhnya. Kepalaku berdengung dengan banyaknya rencana dan kemungkinan. Pada malam musim dingin yang hendak kukisahkan, muncul ilham padaku untuk menulis tentang seorang Komunis—sebetulnya, teoritikus Komunis—yang menghadiri sebuah konferensi sayap kiri mengenai perdamaian dunia dan melihat hantu. Aku melihat semuanya dengan jelas: ruang pertemuannya, potret Marx dan Engels, mejanya yang dilapisi selembar kain hijau, serta si Komunis, Morris Krakower, seorang pria gemuk pendek berambut cepak dan sepasang mata laksana baja di balik pince-nez [2] berlensa tebal. Konferensi itu berlangsung di Warsawa pada tahun tiga puluhan, pada era terjadinya teror oleh para pengikut Stalin dan Pengadilan Mokswa. Morris Krakower menyembunyikan pembelaannya terhadap Stalin dalam jargon teori Marxis, tapi semua orang dapat menangkap maksudnya. Dalam pidatonya, ia menyatakan bahwa hanya kediktatoran proletariat yang dapat menjamin kedamaian, dan, oleh karena itu, tidak ada penyelewengan baik ke kanan maupun ke kiri yang boleh dibiarkan. Perdamaian dunia ada di tangan NKVD [3] .

Setelah menyampaikan laporan, para delegasi berkumpul dalam acara ramah-tamah. Sekali lagi, Kamerad Krakower berbicara. Secara resmi, ia salah seorang delegasi, namun nyatanya ia perwakilan dari Komintern. Janggutnya yang seperti janggut kambing mengingatkan orang pada Lenin. Suaranya berbunyi seperti logam pejal. Ia tertambat sepenuhnya pada Marxisme dan menguasai beberapa bahasa. Ia memberi kuliah di Sorbonne. Setahun dua kali, ia bepergian ke Mokswa. Dan, seakan ini semua belum cukup, ia juga putra orang kaya: ayahnya memiliki beberapa sumur minyak di dekat Drohobycz. Sebagai seorang petugas partai, ia tidak memerlukan gaji.

Morris Krakower pandai berkonspirasi, namun intrik tidak diperlukan di sini. Pers dibolehkan mengikuti pertemuan tersebut dan polisi telah menyusupkan mata-mata mereka, namun Morris tidak takut ditangkap. Bahkan kalaupun ia ditahan, itu tidak akan menjadi tragedi besar. Di penjara, ia bisa mencurahkan waktunya untuk membaca. Ia akan menyelundupkan naskah-naskahnya ke luar untuk menggerakkan massa. Beberapa minggu di penjara malah hanya akan meningkatkan martabat seorang pekerja Partai.

Di luar, cuaca beku. Salju turun menjelang malam. Acara minum teh berakhir, dan Morris Krakower menuju hotelnya. Jalanan licin, menyerupai padang putih yang dilintasi oleh trem-trem listrik separuh kosong. Para pemilik toko telah menurunkan tirai jendela mereka dan sedang tidur nyenyak. Di atas bubungan atap, tak terhitung banyaknya kerlip bintang. Seandainya di planet lainnya ada makhluk berakal, pikir Krakower, barangkali kehidupan mereka juga diatur oleh rencana lima tahunan. Ia tersenyum membayangkannya. Bibirnya yang tebal terbuka, menampakkan giginya yang kotak-kotak besar.

Seorang wanita gila duduk di pinggir jalan. Di sampingnya ada sekeranjang penuh koran usang dan kain gombal. Matanya menyorot galak. Ia bercakap-cakap sendiri dan tak keruan. Tak jauh dari situ, seekor kucing jantan meraung. Seorang penjaga malam dengan tudung dan jaket berbulu sedang mengecek kunci para pemilik toko. Morris Krakower masuk ke dalam hotelnya, mengambil kunci dari petugas, dan menaiki lift ke lantai empat. Panjangnya koridor mengingatkan dirinya pada penjara. Ia membuka pintu ke ruangannya dan masuk. Seprainya telah diganti oleh pelayan. Yang perlu dilakukannya tinggal mencopot pakaian. Konferensi besok dimulai telat, jadi Morris bisa segera tidur.

Ia mengenakan piama baru. Betapa tidak karismatiknya seorang tokoh bertelanjang kaki dalam piama yang tidak pas ukurannya! Ia berbaring di kasur dan mematikan lampu meja. Ruangan itu pun menjadi gelap dan sejuk, dan dengan segera ia tertidur.
Tiba-tiba, ia merasa selimut di kakinya ditarik. Ia pun bangun. Apa itu? Apa ada kucing di ruangan ini? Anjing?



Komentar