Jamur Bumi - Boleslaw Prus
SUATU KETIKA saya kebetulan ada di Puławy dengan seorang pakar botani kenalan. Kami duduk di Kuil Sibyl pada sebuah bangku di samping sebongkah batu besar yang ditumbuhi lumut-lumutan atau jamur-jamuran yang mana telah beberapa tahun ini diteliti oleh rekan saya yang berpendidikan.
Saya tanyakan apa yang membuatnya tertarik pada bercak-bercak tak beraturan berwarna krem, abu-abu, hiijau, kuning, atau merah itu.
Dia menatap saya ragu tapi, yakin tak ada yang bisa tahu apa yang akan terjadi, dia lanjut menjelaskan:
“Bercak-bercak yang kau lihat ini bukan kotoran tak bernyawa tapi—sekumpulan makhluk hidup. Tak tampak bagi mata telanjang, tapi mereka lahir, melakukan gerak-gerik yang tak kentara bagi kita, masuk dalam ikatan perkawinan, menghasilkan keturunan, dan mati pada akhirnya.
“Yang lebih mengagumkan lagi, mereka seakan-akan merupakan masyarakat yang kau kenal dalam wujud ragam warna bercak-bercak—mereka mengolah tanah di bawah mereka bagi generasi selanjutnya—mereka berkembang biak, menjajah lahan-lahan kosong, bahkan perlu bertempur satu sama lain.
“Bercak abu-abu ini, yang sebesar tangan seorang laki-laki, dua tahun yang lalu tak lebih dari seukuran koin penny. Titik abu-abu mungil yang satu ini, setahun yang lalu, tidak pernah ada dan muncul dari noktah besar yang menguasai puncak bongkah.
“Yang dua ini, yang kuning dan yang merah, mereka bertempur. Satu ketika yang kuning lebih besar, tapi lambat laun wilayahnya direbut oleh tetangganya. Dan coba lihat yang hijau itu—coba lihat bagaimana tetangga-tetangganya yang beruban telah menerobosi wilayahnya—berapa banyak garis, titik, dan gumpal berwarna abu-abu yang ada dalam latar hijaunya...”
“Sedikit mirip dengan kita,” kata saya.
“Tentu tidak,” balas sang pakar botani. “Masyarakat ini tidak memiliki bahasa, kesenian, pendidikan, kesadaran, perasaan—dengan kata lain, mereka tidak memiliki jiwa dan hati, yang dipunyai oleh umat manusia. Dalam masyarakat ini semuanya terjadi secara buta, mekanis, tanpa simpati atau antipati.”
Beberapa tahun kemudian saya kebetulan ada di dekat bongkah batu yang sama pada malam hari, dan melalu sorotan sinar bulan saya menyadari telah terjadi perubahan bentuk dan ukuran dari ragam jamur tersebut.
Tiba-tiba seseorang menyenggol saya. Si pakar botanis itu ternyata. Saya ajak dia duduk; tapi dia berdiri di hadapan saya seolah-olah hendak menghalangi sinar bulan, dan membisikkan sesuatu dengan suara hampa.
Komentar
Posting Komentar