Orang-orang Senewen - Mikhail Zoshchenko
BELUM lama ini terjadi pertengkaran di apartemen komunal kami. Dan bukan sembarang pertengkaran, tapi pertengkaran yang sungguh mati-matian. Di sudut Glazova dan Borova.
BELUMTentu saja dalam dada mereka itu pertengkaran yang penuh kebajikan. Kepala satu-satunya milik si cacat Gavrilov sampai nyaris terpenggal.
Sebab utamanya—mereka orang-orang yang sangat senewen. Meledak atas hal-hal remeh. Gampang lepas kendali. Dan bertengkar membabi-buta, seolah dalam kabut atau semacam itu.
Tentu saja banyak yang bilang kalau setelah perang sipil orang-orang selalu gelisah. Itu mungkin saja, tapi keyakinan macam itu tak akan mempercepat penyembuhan kepala Gavrilov.
Jadi pada pukul sembilan sore itu seorang penghuni, Marya Vasilyevna Shchiptsova, masuk ke dapur dan hendak menyalakan kompor primusnya[1]. Kau tahu, dia selalu menyalakan kompor primusnya pada jam-jam tersebut, minum teh dan memakai kompres panas.
Jadi dia masuk ke dalam dapur. Mengatur kompor primus sebelum dia nyalakan. Tapi gagal total, kompor itu tak menyala.
Dia pikir, “Apa-apaan, setan ini tak mau menyala? Pasti jelaganya tak beres, pasti itu.”
Tangan kirinya menyambar sikat dan hendak membersihkan jelaganya.
Ketika dia hendak membersihkan itulah, memegangi sikat di tangan kirinya, penghuni lain, Darya Petrovna Kobylina, yang tiada lain ialah pemilik sikat itu, menyaksikan barang miliknya telah diambil dan menyahut:
“Kebetulan, Marya Vasilyevna sayang, kau bisa kembalikan sikat itu pada tempatnya.”
Shchiptsova terang saja membara mendengar kata-kata tersebut dan menjawab:
“Darya Petrovna, silakan telan saja sikat sialanmu ini mentah-mentah. Aku tak mau repot-repot menyentuh barang menjijikkan ini, lebih-lebih memakainya.”
Darya Petrovna Kobylina mengepul mendengar kata-kata tersebut. Dan mulailah mereka ribut, hanya mereka berdua. Volume suara mereka menukik, melengking, mendentum.
Suami Darya, Ivan Stepanich Kobylin, yang sebetulnya pemilik paling sah sikat tersebut, ikut campur dalam keributan. Dia seorang laki-laki gemuk, bahakan berperut seperti panci, tapi dalam caranya sendiri, juga orang yang senewen.
Dia masuk dan berkata:
“Aku kerja,” katanya, “aku kerja di koperasi seperti gajah sirkus untuk tiga puluh dua ruble dan sedikit kopeck, dan senyum,”—katanya—“senyum pada pelanggan dan menimbang sosis mereka. Dengan duit kerjaku aku beli sendiri sikatku itu, dan sampai mati tak akan pernah sekalipun aku biarkan orang asing memakai sikatku.”
Sekali lagi keributan pecah, pertengkaran seputar sikat meledak. Tentu saja semua penghuni menerobos masuk ke dapur. Menabrak-nabrak dan membentur sekitar. Si cacat Gavrilich juga muncul.
“Ada apa ini,” katanya, “ada keributan, tapi apa yang diributkan?”
Segera setelah bertanya duduk perkara keributan itu pun dijelaskan. Dia ikut-ikutan masuk.
Tapi dapur kecil kami, kau tahu, sangat sempit. Tak sesuai untuk keributan. Sesak. Sekeliling penuh dengan panci dan kompor primus. Tak ada ruang gerak. Dan di dalam itu dua belas orang bersempalan. Kalau, misalnya, kau hendak mementungkan gelas pada seseorang, kau akan mengenai tiga orang. Dan tentu saja, kau akan menabrak barang-barang, berjatuhan. Dan kau tahu, ada satu orang cacat kaki—andaipun dia punya tiga kaki dia tetap tak akan mampu bertahan di sana.
Seakan tak acuh pada semua itu, entah didorong oleh setan apa si cacat itu tetap ikut campur juga. Ivan Stepanich, sang pemilik sikat, meneriakinya:
“Tak usah ikut campur, Gavirilich. Atau kau akan kehilangan kakimu yang satu lagi!”
“Biarlah aku kehilangan kakiku yang satu lagi” balas Gavirilich. “Aku tak bisa tak ikut campur sekarang. Aku sudah terluka, dan harga diriku terluka.”
Dan pada menit itu juga seseorang meemukul moncongnya. Gavirilich tidak juga pergi dan terus menyerang. Lalu seseorang mementung batok kepala si cacat dengan wajan.
Terjatuhlah si cacat dan terkapar tanpa daya di sana. Dengan air muka menjemukan.
Berikutnya beberapa orang tak tahu diri berlari mencari aparat.
Seorang polisi muncul. Dia berteriak:
“Siapkan peti mati kalian setan, yakinlah aku tak akan tanggung menembak!”
Hanya setelah kata-kata naas itu orang-orang entah bagaimana mulai tenang. Mereka buru-buru menyebar ke kamar masing-masing.
“Kegilaan apalah,” pikir mereka, “yang telah membuat warga baik-baik seperti kami mengamuk demikian?”
Semua orang sudah kembali ke kamar masing-masing, hanya si cacat Gavrilich yang tetap di sana. Dia terkapar di lantai dengan muka menjemukan. Dan darah menetes kelua dari jidatnya.
Pengadilan digelar dua minggu kemudian atas fakta-fakta tersebut.
Sebagaimana Hakim Publik ternyata orang senewen juga—dia sungguh membuat kami murka.[]
[1] Jenis kompor berbahan bakar kerosin dengan mesin pembakar bertekanan pertama, dikembangkan pertama kali di Swedia.
Terjemahan iseng dari cerpen Nervous People karya Mikhail Zoshchenko.
Komentar
Posting Komentar