Sebuah Insiden Kecil - Lu Xun

Sebuah Insiden Kecil

Lu Xun
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


Enam tahun sudah berlalu sejak aku pindah dari daerah pedesaan dan tiba di Beijing. Selama itu, aku sudah sering melihat dan mendengar banyak hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional, namun tidak satu pun dari hal-hal tersebut terkesan penting bagiku. Bila kau memaksaku untuk menyatakan besarnya pengaruh hal-hal tersebut dalam keseharianku, maka aku akan mengatakan bahwa satu-satunya efek yang kudapat dari hal-hal yang dikatakan sebagai kepentingan nasional adalah efek depresi — di mana aku merasa semakin benci terhadap orang-orang di sekelilingku.

Namun ada satu insiden kecil: begitu kecil, tapi berhasil menyeretku keluar dari kubangan amarah, suatu kenangan yang masih melekat di ingatan hingga saat ini.

Waktu itu musim dingin tahun 1917 — tahun ke-enam sejak berdirinya Republik kami — dan angin utara berembus kencang menyelimuti seisi kota. Setiap pagi, begitu matahari terbit, aku keluar dari kediamanku dan pergi kerja demi memenuhi tuntutan hidup. Aku melangkah melintasi jalan-jalan kota Beijing yang nyaris terlantar, memanggil tukang becak (bukan hal mudah di waktu sepagi itu) dan memintanya untuk mengantarku ke Gerbang S — . Pagi itu, tidak lama setelah becak yang kutumpangi mulai bergerak, angin pun mulai melemahkan embusannya, meninggalkan rentang jalan-jalan kota yang telah tersapu bersih dari kotoran. Maka si tukang becak berlari sekuat tenaga, meningkatkan kecepatannya. Begitu kami akan tiba di tempat tujuan, seseorang tak sengaja bersinggungan dengan gagang tarik becak dan orang itu perlahan-lahan tumbang ke tanah.

Seorang wanita berambut abu-abu dalam pakaian compang-camping mendadak memotong jalur kami dari tepi jalan. Meski si tukang becak sudah berusaha mengelak, namun rompi sobek yang dikenakan wanita itu (dalam keadaan tak dikancing) tertiup angin dan mengirap, sehingga tersangkut pada gagang tarik becak. Untungnya, si tukang becak buru-buru mengurangi kecepatan larinya begitu melihat sosok wanita itu, karena kalau tidak tentunya wanita itu sudah terpelanting ke atas becak dan menghantam kepalanya.

Sekarang wanita itu terbaring tanpa daya di atas tanah, dengan kepala tertelungkup. Si tukang becak pun menghentikan langkah dan memarkir becaknya di dekat korban. Setelah memastikan bahwa wanita itu tidak terluka, dan bahwa tak ada siapa pun yang melihat kejadian tersebut, aku merasa luar biasa kesal mendapati si tukang becak malah sibuk mengurusi korban. Dia hanya akan menyusahkan diri sendiri, dan juga membuatku terlambat — padahal ia tak perlu melakukan itu.


Komentar