Antara Surga, Dunia dan Iblis Bermata Seribu - I.L. Peretz

Antara Surga, Dunia dan Iblis Bermata Seribu

I.L. Peretz 
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


Setiap pagi subuh di hari Jumat, tepat di saat pelaksanaan Doa Tobat*, seorang rabbi dari kota Nemirov(1) menghilang.

Tidak ada orang yang melihatnya—baik itu di sinagog, maupun di rumah doa. Ia juga tidak terlihat di pertemuan-pertemuan agama. Dan tempat tinggalnya kosong melompong. Rumah tinggal sang rabbi tidak pernah dikunci dengan pintu yang senantiasa dibiarkan terbuka: siapapun boleh keluar-masuk. Tak ada seorang pun di kota itu yang ingin mencuri dari sang rabbi . Namun setiap Jumat pagi rumah itu selalu kosong. Tak ada mahluk hidup di dalamnya.

Lantas kemana perginya sang rabbi ? Ke surga, tentunya. Seorang rabbi selalu sibuk mengurus ini-itu sebelum Hari Raya tiba. Umumnya, orang Yahudi membutuhkan penghasilan, kedamaian, kesehatan dan jodoh yang baik. Mereka ingin jadi orang yang baik dan teladan, namun dosa kami terlalu besar, dan Iblis selalu mengawasi bumi dengan seribu mata tersebar dari ujung ke ujung. Apapun yang dilihat Iblis, akan dilaporkan; disangkal, diinformasikan. Siapa yang bisa menolong kami kalau bukan sang rabbi!

Setidaknya itu cara pikir sebagian besar masyarakat Yahudi.

Tapi suatu hari datanglah seseorang berkebangsaan Litvak(2)—dan dia menertawai kami. Kalian tahu sendiri seperti apa tabiat orang Litvak. Mereka tidak menghormati kitab suci, namun mereka menghafal isi Talmud(3) serta hukum yang berlaku. Suatu kali, orang itu menunjuk ke arah satu paragraf di Kitab Gamara(4)—kalian pasti bisa melihatnya—di mana tertulis bahwa Guru Besar kami, Nabi Musa, tidak naik ke surga semasa hidupnya, namun justru terapung di dalam perahu sedalam dua setengah kaki. Kalian coba saja melawan pendapat orang Litvak!

Lalu kemana perginya sang rabbi?


Komentar