Charles - Shirley Jackson

Charles

Shirley Jackson 
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


Di hari pertama Laurie, putraku, masuk sekolah TK, ia menolak untuk mengenakan celana korduroy dan bib (untuk menadah air liur) yang dulu menjadi seragam utamanya. Pilihannya sekarang: celana jeans dan sabuk.

Aku mengantar Laurie sampai pintu depan dan mengamatinya melangkah pergi ke sekolah ditemani oleh seorang anak perempuan tetangga rumah. Entah kenapa, sejumput rasa sedih mendadak tumbuh di dadaku. Putraku yang manja dan menggemaskan kini telah berubah menjadi pemuda cilik bercelana jeans. Ia bahkan tidak ingat untuk berbalik dan melambai ke arahku dari sudut jalan seperti yang biasa ia lakukan.

Pulang sekolah, Laurie masih bersikap sama. Pintu depan didorong dengan kasar, topinya dibiarkan jatuh tergeletak di lantai, dan teriakannya yang memekakkan telinga menggema ke seisi rumah: “Ada orang nggak sih?”

Sementara itu, saat jam makan siang tiba, di mana kami sekeluarga menyempatkan untuk makan bersama, ia ogah-ogahan menjawab pertanyaan ayahnya, menumpahkan susu adiknya yang masih balita, dan mengumumkan pesan dari gurunya bahwa kami sebagai orangtua dilarang menyumpah atau mencoreng nama Tuhan dalam pembicaraan sehari-hari.

“Bagaimana sekolahmu hari ini?” tanyaku, berusaha untuk tampak biasa.

“Baik-baik saja,” ujarnya.

“Apa kamu mempelajari sesuatu?” tanya ayahnya.

Laurie melempar tatapan dingin ke arah ayahnya. “Aku tidak belajar apa saja,” gumamnya.

“Apa pun,” aku membenarkan ucapan Laurie. “Tidak belajar apa pun.”

“Tapi tadi Bu Guru memukul bokong seorang murid,” kata Laurie, menatap potongan roti yang sudah diolesi mentega. “Gara-gara salah bicara,” ia menambahkan, mulutnya kini penuh dengan roti.

“Apa yang dilakukan anak itu?” aku bertanya. “Siapa namanya?”


Komentar