Hujan-Berkepanjangan - Ray Bradbury

Hujan-Berkepanjangan

Ray Bradbury
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


Hujan itu terus mengguyur. Hujan itu deras dan tanpa akhir, mengantarkan kabut dan embun; awalnya berupa gerimis, lantas berubah jadi curahan besar, seperti air mancur raksasa, menampik mata, menciptakan arus di sekitar pergelangan kaki. Hujan itu lebih dashyat dari hujan lain yang pernah lekat dalam ingatan. Datangnya bertubi-tubi dan tanpa ampun—memangkas hutan lebat dan membelah pohon jadi bongkahan kayu, lalu memotong rerumputan dan melunakkan tanah, serta meranggas semak-belukar. Hujan itu mengerutkan tangan manusia hingga terlihat seperti tangan kera. Hujan itu turun seperti lapisan kaca—dan tak pernah berhenti.

“Seberapa jauh lagi, Letnan?”

“Aku tidak tahu. Satu kilo, sepuluh kilo, mungkin seribu kilometer lagi.”

“Kau tidak yakin?”

“Bagaimana aku bisa yakin?”

“Aku tidak suka hujan ini. Seandainya kita tahu seberapa jauh letak Kubah Matahari, aku akan merasa lebih tenang.”

“Sekitar satu, dua jam dari sini.”

“Kau yakin, Letnan?”

“Tentu saja.”

“Atau kau berbohong untuk menyenangkan hati kami?”

“Aku berbohong supaya kalian senang. Sudah, diam!”

Dua laki-laki itu duduk di tengah hujan. Di belakang mereka ada dua laki-laki lain yang juga terduduk di bawah curah hujan dengan tubuh basah kuyup. Mereka tampak sangat lelah dengan pundak merosot, seperti pahatan tanah liat yang meleleh.

Sang Letnan mendongak ke atas. Tadinya wajah Sang Letnan berwarna kecoklatan, namun karena diguyur hujan terus-terusan, kini wajahnya berubah pucat. Hujan juga telah membasuh warna matanya yang kini tampak putih, seputih giginya, seputih rambutnya. Dia tampak putih dari ujung kepala sampai kaki. Bahkan seragamnya juga berubah warna jadi putih dengan sedikit noda hijau yang berasal dari jamur.

Sang Letnan merasakan guyuran hujan di pipinya. “Berapa juta tahun sejak hujan berhenti turun di Venus?”


Komentar