Lars Farf, Si Penakut - George Saunders

Lars Farf, Si Penakut

George Saunders
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


Lars Farf tidak selalu dipenuhi rasa takut berlebihan seperti sekarang. Sebelumnya, rasa takut yang menghantuinya masih dalam batas normal. Lalu suatu hari, dia kembali dari ladang dan menemukan rumah tinggalnya telah hangus, hanya menyisakan setumpuk arang.

Di mana istrinya, di mana anak-anaknya?

Untungnya, istri dan anak-anaknya tidak berada di bawah tumpukkan arang dan abu berasap, melainkan di ujung jalan, berlari sekuat tenaga sambil mendesah lega melihatnya berada dalam keadaan selamat. Seperti mereka, Lars juga tidak tertimbun tumpukkan arang dan abu. Namun kerusakan paling fatal justru terjadi secara psikologis: kini Lars Farf dipenuhi rasa takut berlebihan.

Ketika Lars membangun kembali rumah tinggalnya, ia membuat beberapa perubahan. Rumah barunya tak lagi dilengkapi dengan perapian. Tidak ada satu pun korek api yang dibiarkan masuk ke dalam rumah. Rumah itu juga tidak dilengkapi dengan kompor, dan semua kegiatan masak-memasak harus dilakukan di sebuah gubuk kecil yang jaraknya beberapa ratus meter dari bangunan rumah tinggal. Semua anggota keluarga juga dilarang memasuki Gubuk Masak.

Setiap jam, salah seorang pembantu rumah tangga diharuskan mengelilingi bangunan rumah dan menyirami dindingnya dengan air yang ditampung di Ember Khusus Pemadam Api, untuk jaga-jaga.

Lantas, setelah melakukan sedikit riset tentang api, Lars mengetahui bahwa api ditimbulkan oleh gesekan. Setelah itu, tidak ada gesekan yang diperbolehkan di dalam rumah tinggal mereka. Semua penghuni rumah diharuskan mengenakan sepatu khusus dengan sol sangat halus agar pemakainya bisa meluncur di atas lantai yang tak kalah mulus. Tidak ada satu benda pun yang dibolehkan saling bersentuhan, menggores atau bersinggungan dengan benda lain. Para penghuni rumah juga dilarang bersentuhan. Tak ada ciuman di pipi. Tak ada tepukan di bahu. Tak ada aktivitas geser-menggeser barang, termasuk buku. Bila bokong mereka gatal, mereka harus keluar dari rumah untuk menggaruknya.

Intinya, semua aktivitas yang menyangkut gesek-menggesek harus dilakukan di Gubuk Gesek, yang letaknya di samping Gubuk Masak, dan setiap anggota keluarga hanya boleh mendiami gubuk tersebut selama 32 detik. Setelah 32 detik, Lars akan mengecek kondisi tubuh masing-masing anggota keluarga untuk memastikan mereka tidak tersulut api.

Suatu hari, saat tengah membaca koran, Lars mendapati berita tentang banjir bandang. Ia mengetahui bahwa banjir bandang melibatkan arus air deras yang datangnya tiba-tiba. Malam itu, ia bermimpi bahwa seluruh anggota keluarganya menghaturkan rasa terima kasih tak terhingga padanya karena telah membuat seisi rumah mereka anti-kebakaran; namun tiba-tiba air deras datang dan menghanyutkan mereka. Lars mendengar suara istri dan anak-anaknya memanggil namanya di kejauhan, terseret oleh arus air.

Keesokan paginya, Lars mencabut semua pipa saluran air dari rumah tinggalnya, begitu pula dengan semua wastafel, bak mandi, gelas, dan spons. Anjing peliharaan keluarganya juga tidak diijinkan meneteskan air liur di dalam rumah. Semua kegiatan menangis, berkeringat, dan minum harus dilakukan di dalam gubuk ke-tiga, yang dibangun di antara Gubuk Masak dan Gubuk Gesek, dan yang disebut sebagai Gubuk Basah.

Meski begitu, Lars tetap saja khawatir. Ia sudah mengatasi ancaman kebakaran dan kebanjiran, itu benar, tapi tentunya dalam hidup masih banyak marabahaya yang mengancam keselamatan keluarganya. Bagaimana ia bisa mencengah hal-hal buruk agar tidak menimpa keluarganya sementara dia sendiri tidak tahu hal-hal buruk macam apa saja yang ada di dunia ini?


Komentar