Menuju Abashiri - Shiga Naoya

Menuju Abashiri

Shiga Naoya 
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


Di Utsunomiya, aku berkata kepada seorang teman, “Aku akan mampir ke tempatmu dalam perjalananku kembali dari Nikko.” Dia membalas, “Ajak aku sekalian — aku akan menemanimu ke Nikko.”

Saat itu, meski di bulan Agustus, cuaca terasa sangat panas. Aku memilih naik kereta yang berangkat pukul 4:20 sore dan berencana untuk turun di stasiun tidak jauh dari tempat tinggal temanku. Kereta itu bertujuan ke Aomori. Begitu aku tiba di Stasiun Ueno, segerombolan orang terlihat mengerumuni pintu gerbang tempat penjualan tiket. Aku pun segera bergabung dengan mereka.

Ketika bel berdentang, pintu gerbang itu langsung dibuka dari dalam. Suara alat pembolong tiket mulai mengisi ruangan, berdecak tanpa henti. Orang-orang meringis seraya menarik koper-koper mereka yang terhimpit di antara pagar; dan sejumlah orang terdorong keluar dari gerombolan antrian panik berusaha untuk menyeruak masuk kembali ke dalam gerombolan yang sama; namun tidak sedikit yang menghalang-halangi mereka — ini bukan hal yang aneh di tengah keramaian stasiun kereta.

Seorang polisi yang berdiri di belakang si penjual tiket mengamati masing-masing pembeli dengan tatapan kesal. Dan mereka yang berhasil membeli tiket bergegas ke arah peron dengan langkah kecil nan cepat. Seraya mengabaikan panggilan para portir yang berbunyi: “Banyak kursi kosong di gerbong depan, banyak kursi kosong di gerbong depan”, para penumpang justru mengerumuni gerbong-gerbong terdekat. Dengan tujuan menduduki gerbong terdepan kereta, aku buru-buru melewati kerumunan penumpang yang saling berdesakkan.

Seperti yang kuduga, gerbong-gerbong di bagian depan kereta nyaris kosong melompong. Aku menumpangi kompartemen terakhir di gerbong paling depan. Orang-orang yang gagal mendapatkan tempat duduk di gerbong-gerbong belakang segera menyusul ke gerbong yang sama. Namun, hanya ada tempat untuk sebagian dari mereka saja. Waktu berangkat hampir tiba. Baik di gerbong depan maupun belakang, terdengar suara pintu-pintu yang tergeser menutup, dibarengi oleh bunyi klik yang menandai bahwa pintu-pintu itu telah tertutup rapat. Seorang portir, yang baru saja hendak menutup pintu kompartemen yang kutumpangi, mengangkat tangannya di udara.


Komentar