Padang Rumput Afrika - Ray Bradbury

Padang Rumput Afrika

Ray Bradbury
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


“George, tolong lihat kamar bermain anak kita.”

“Memangnya kenapa?”

“Entahlah.”

“Nah, kan.”

“Aku cuma ingin kau pergi melihatnya, atau panggil seorang psikolog untuk melihatnya.”

“Buat apa bawa-bawa psikolog ke kamar bermain anak kita?”

“Kau tahu benar apa gunanya membawa psikolog ke sana.” Sang istri terdiam di tengah dapur, menatap kompor di hadapannya mendengung halus selagi meracik hidangan makan malam untuk empat orang.

“Kelihatannya kamar bermain anak kita agak beda dengan yang dulu.”

“Baiklah, ayo kita pergi lihat.”

Mereka melintasi lorong di dalam rumah mereka yang dindingnya terbungkus oleh lapisan kedap suara Happylife Home, yang mereka pasang dengan ongkos tiga puluh ribu dolar. Rumah itu adalah tempat mereka membesarkan, memberi makan anak-anak mereka; dan juga tempat anak-anak mereka bermain, tidur, dan bernyanyi. Rumah itu adalah rumah yang layak bagi pertumbuhan anak-anak. Begitu langkah mereka semakin dekat dengan kamar anak-anak, ada saklar yang tiba-tiba terusik, seolah otomatis, dan mendadak lampu kamar bermain menyala. Pada saat bersamaan, di belakang mereka, di sepanjang lorong yang baru saja mereka lintasi, lampu ruangan yang menyala juga secara otomatis mati dengan setiap langkah yang mereka ambil.

Well,” kata George Hadley.


Mereka berdiri di atas lantai kamar bermain yang terbuat dari jerami. Panjang kamar itu sekitar dua belas meter dengan ketinggian sembilan meter; dan biaya pembangunannya sekitar separuh harga pembangunan seisi rumah. “Tapi, tentunya, tak ada yang terlalu mahal untuk anak-anak kita,” ujar George waktu itu.

Kamar tersebut sunyi. Kosong laksana tempat terbuka di tengah hutan rimba di siang bolong. Dindingnya kosong dan terlihat datar. George dan Lydia melangkah ke tengah ruangan, dan pada saat itu dinding kamar seolah mengeluarkan suara dengkuran halus, sebelum kemudian ditarik mundur diiringi oleh kilauan kristal yang menyilaukan mata, dan tiba-tiba saja sebuah padang rumput Afrika hadir di sekeliling mereka, dalam tampilan tiga dimensi, dengan biasan warna yang direproduksi sedemikian rupa hingga detail sekecil apapun terlihat nyata, seperti bebatuan kerikil dan remah-remah jerami. Sementara itu, di atas mereka, langit-langit kamar telah berubah jadi tampilan langit biru yang luas dan dinaungi oleh bola matahari kuning nan panas.

George Hadley mulai berkeringat di sekitar alis matanya.


Komentar