Suatu Hari di Tepi Pantai - J.D. Salinger

Suatu Hari di Tepi Pantai

J.D. Salinger 
Penerjemah: Maggie Tiojakin - Fiksilotus


Ada sembilan-puluh-tujuh laki-laki yang bekerja di bidang iklan, asal New York, di dalam hotel itu, dan, gara-gara mereka memonopoli saluran interlokal, wanita muda yang menginap di kamar nomor 507 harus menunggu dari pukul dua belas siang sampai pukul setengah tiga sore sebelum panggilan telepon interlokalnya disambungkan oleh pihak hotel.

Namun, meski begitu, wanita muda tadi tidak lantas membuang waktunya begitu saja. Ia sempat membaca artikel di majalah wanita yang berjudul “Seks itu Menyenangkan – atau Mengerikan”. Dia juga sempat mencuci sisir dan sikat rambutnya. Ia sempat mencuci noda dari rok setelan berwarna krem. Ia sempat mencabut kancing dari blus yang ia beli di pusat belanja Saks Fifth Avenue, dan mencabut dua helai rambut yang belum lama tumbuh di tengah tahi lalatnya. Ketika sang operator akhirnya menghubungi telepon di kamar inapnya, wanita muda itu tengah duduk di dekat jendela dan hampir selesai mengoles pernis pada kuku di jemari tangan kirinya.

Wanita muda itu adalah orang yang, saat telepon berbunyi, tidak pernah tergesa-gesa. Dia berlaku seolah telepon itu sudah lama berbunyi, mungkin sejak ia memasuki tahap pubertas.

Dengan kuas pernis masih di tangan, sementara telepon terus berbunyi, wanita muda itu menatap kuku jari kelingkingnya dan menguas ujungnya agar menyerupai bentuk bulan sabit. Lalu ia menutup botol pernis dengan sebelah tangan, bangkit berdiri, dan mengibas sebelah tangan yang telah rapi dikuas pernis pelan-pelan di udara. Dengan tangan yang lain, wanita muda itu mengambil sebentuk asbak yang penuh abu rokok dari dekat jendela dan menentengnya ke meja tidur, di mana pesawat telepon berada. Wanita muda itu duduk di salah satu ranjang kembar yang telah rapi dan — setelah dering ke-enam atau ke-tujuh — akhirnya mengangkat telepon tersebut.

“Halo,” katanya, seraya menarik jemari tangan kirinya jauh-jauh dari gaun sutra berwarna putih yang sedang ia kenakan — satu-satunya pakaian yang ia kenakan, selain sepatu. Cincin-cincinnya semua ada di kamar mandi.

“Telepon Anda ke New York sudah tersambung, Mrs. Glass,” ujar sang operator.


Komentar